Warisan Candi Muaro Jambi – Di tengah rimbunnya hutan dan aliran Sungai Batanghari di Jambi, berdiri kompleks candi yang mungkin belum sepopuler Borobudur atau Prambanan, namun menyimpan sejarah yang tak kalah megah. Namanya Candi Muaro Jambi, sebuah situs purbakala yang membentang lebih dari 12 kilometer di tepi sungai—menjadikannya kompleks percandian terluas di Asia Tenggara.
Lebih dari sekadar tumpukan bata kuno, Candi Muaro Jambi adalah warisan budaya luar biasa yang mengisahkan masa kejayaan ilmu pengetahuan, spiritualitas, dan peradaban yang pernah hidup di tengah Sumatera. Mari kita telusuri kekayaan dan misteri yang terkandung di dalamnya.
Candi yang Nyaris Terlupakan
Berbeda dari candi-candi megah di Jawa yang telah lama dipugar dan menjadi destinasi wisata utama, Candi Muaro Jambi sempat terlupakan selama berabad-abad, tersembunyi di balik semak belukar. Baru pada abad ke-19, arkeolog Belanda kembali “menemukan” situs ini.
Kini, kompleks ini mencakup lebih dari 80 reruntuhan candi yang tersebar di area seluas hampir 4.000 hektar. Hanya sebagian kecil yang telah dipugar, seperti Candi Tinggi, Candi Gumpung, Candi Kedaton, dan Candi Kembar Batu. Namun dari sisa-sisa yang ada, jelas terlihat bahwa kawasan ini dulu merupakan pusat pendidikan agama Buddha yang sangat penting.
Pusat Keilmuan Buddha di Masa Lalu
Candi Muaro Jambi diyakini pernah menjadi pusat pendidikan Buddha Mahayana terbesar di Asia Tenggara antara abad ke-7 hingga ke-13. Beberapa ahli sejarah menyebutnya sebagai “Nalanda-nya Sumatera”, merujuk pada pusat pembelajaran Buddha di India.
Dari kompleks ini, diduga kuat banyak biksu dan pelajar dari berbagai belahan Asia datang untuk belajar. Bahkan, tokoh Buddha ternama asal Tiongkok, I Tsing (Yi Jing), disebut pernah singgah di kawasan ini dalam perjalanannya ke India dan mencatat kemajuan pendidikan dan kehidupan spiritual di Jambi kala itu.
Teknologi & Arsitektur yang Mencengangkan
Meskipun terbuat dari bata merah dan tanpa ornamen ukiran semegah candi di Jawa, Candi Muaro Jambi justru menunjukkan kecanggihan teknologi bangunan lokal. Bata-bata yang digunakan masih kokoh hingga hari ini, padahal usianya telah melampaui seribu tahun. Bahkan, sistem drainase https://www.greekcitygrillnytogo.com/ dan kanal yang ditemukan menunjukkan bahwa kawasan ini dibangun dengan perencanaan tata kota yang cermat.
Jalur air, taman, serta sisa-sisa stupa dan altar membuktikan bahwa kompleks ini bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat kehidupan budaya dan pendidikan yang maju.
Warisan yang Perlu Dijaga
Sayangnya, meski telah ditetapkan sebagai situs warisan budaya nasional dan diusulkan ke UNESCO untuk masuk dalam daftar Warisan Dunia, Candi Muaro Jambi masih menghadapi banyak tantangan: mulai dari keterbatasan dana pelestarian, ancaman alih fungsi lahan, hingga minimnya perhatian wisatawan.
Potensi wisata edukatif dan sejarah dari Candi Muaro Jambi sangat besar. Namun untuk itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda agar situs ini tidak kembali tertutup semak seperti dulu.
Penutup: Menjaga Akar, Menatap Masa Depan
Candi Muaro Jambi bukan sekadar tumpukan bata tua—ia adalah bukti bahwa Sumatera pernah menjadi pusat peradaban besar yang disegani dunia. Belajar dari warisan ini, kita diajak untuk menghargai pengetahuan, spiritualitas, dan kelestarian budaya.
Menjaga Candi Muaro Jambi berarti menjaga jati diri bangsa. Karena dari reruntuhan itu, kita menemukan akar—dan dari akar itu, kita bisa menumbuhkan masa depan.